mobilinanews (Jakarta) – Pada awal 2015, moda transportasi Go-Jek booming di Jakarta dan sekitarnya. Moda transportasi dengan basis aplikasi IT (Informasi Teknologi) langsung menjadi primadona masyarakat.
Pasalnya, selain dinilai jauh lebih murah dibanding ojek pangkalan, Go-Jek yang kemudian diikuti Grab Bike, Blue Jak dan yang lain menjadi pilihan utama alat transportasi roda dua.
Tak hanya itu, fenomena Go-Jek yang dikomandani Nadiem Makarim --seorang lulusan Universitas Amerika Serikat – seolah menjadi menu perbincangan masyarakat setiap harinya.
Segala yang berbau Go-Jek mendapatkan respon positif, karena juga dinilai membuka lapangan kerja bagi masyarakat menengah bawah. Tercatat sekitar 200 ribu warga menjadi “tukang ojek setengah resmi” ini.
Bayangkan, ke mana pun dengan durasi jarak kurang dari 20 kilometer hanya Rp 15 ribu. Meski pada kenyataannya penumpang selalu memberi lebih, hitung-hitung uang tip. Namun ongkos sejumlah itu masih lebih murah daripada naik moda transportasi lainnya.
Menariknya, Go-Jek tidak hanya sebagai pengantar orang melainkan juga ada Go-Food Go-Mart, Go-Send, Go-Massage dan ada 4 layanan lainnya yang sangat membantu hayat hidup orang banyak.
Toh kehadirannya tidak selalu mulus. Ada gesekan di sana –sini, terlebih perlawanan dari tukang ojek pangkalan yang merasa periuk nasinya tergerus. Tapi itu hanya sporadis dan hilang, karena Go-Jek mendapat support dari segala penjuru.
Yang terakhir tentu pernyataan dari Kemenhub bahwa Go-Jek merupakan moda transportasi yang ilegal. Pasalnya di Undang Undang Lalu Lintas tahun 1999, tidak ada disebutkan sepeda motor sebagai moda transportasi umum.
Tak berselang hari, Presiden Jokowi melakukan pembelaan. “Go-jek adalah model transportasi yang cocok untuk masyarakat di ibukota dan kota lainnya. Janganlah melawan kehendak rakyat,” ungkap Jokowi.
Keesokan harinya, Menhub Ignaius Jonan meralat pernyataan stafnya soal keberadaan Go-Jek ilegal. Go-Jek, Grab Bike, Blue Jak dan lain-lain pun kembali berkibar.
Yang jadi persoalan, mestinya pernyataan Presiden Jokowi di follow up. Yakni dengan menerbitkan Peraturan Menteri atau mengubah UU Lalu Lintas Jalan Raya dengan memasukkan klausul Go-Jek/sepeda motor sebagai angkutan transportasi.
Jangan sampai ini menjadi bom waktu yang setiap saat bisa meledak kan?