mobilinanews.com (Jakarta) – Ada apa dengan Ford Indonesia,
sedang sakitkah? Di awal Mei 2015, PT Ford Motor Indonesia (FMI) telah mengambil
tindakan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada 25 karyawan. Sebulan kemudian atau
di awal Juni 2015, giliran orang kedua di FMI yang memutuskan mengundurkan diri
(baca Orang Kedua PT Ford Motor
Indonesia Mundur Dari Jabatannya). Sangat kuat kedua hal ini
berhubungan.
Menurut sumber yang dekat dengan PT FMI, keputusan PHK 25
karyawan itu setidaknya sekitar 25 % dari jumlah karyawan perusahaan yang ada. Keputusan
PHK sangat kuat dipengaruhi kondisi pasar otomotif nasional yang tengah lesu,
plus persaingan yang semakin ketat. Sebagai indikasi, jika pada tahun 2014
rata-rata penjualan mobil Ford mencapai 1.200 unit per bulan, di tahun 2015 ini
hanya tembus rata-rata 700 unit per bulan dan cenderung terus menurun.
Lesunya bisnis pertambangan di Indonesia berimbas kuat pada
penurunan penjualan double cabin Ford Ranger, sementara EcoSport yang sempat
menjadi primadona tahun 2014 lalu dengan penjualan di atas 1.000 unit per
bulan, pada Januari 2015 hanya tembus 410 unit. Di Maret 2015, malah turun jadi
294 unit. Kehadiran Honda HR-V pada tahun 2015 kemungkinan besar menjadi
penyebab pukulan telak pada penjualan Ford EcoSport.
Kondisi kurang sehat ini tidak hanya terjadi di internal
FMI. Kondisi pelayanan purna jual Ford juga mendapat sorotan cukup tajam dari
sejumlah konsumen (baca Layanan Purna
Jual Ford Di Indonesia Dikeluhkan Konsumen dan Layanan Purna Jual Ford Di Indonesia Kembali Dikeluhkan Konsumen ).
“Ford Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan produk mobil yang bagus, tanpa
diimbangi kualitas SDM dan layanan purna jual yang baik juga,” kata Paulus S
Firmanto, mantan GM Yamaha Indonesia dan mantan Direktur Suzuki Roda Dua, yang
juga juga kecewa pada layanan bengkel resmi Ford.
mobilinanews sempat berkirim email ke Bagus Susanto
selaku Managing Director PT FMI pada 18 Mei 2015 yang intinya menanyakan penyebab
dan jalan keluar dari keluhan para konsumen tersebut, sekaligus memberikan
kesempatan hak jawab atas pemberitaan di mobilinanews. Berikut pertanyaan yang
diajukan:
(1) Apa yang sebenarnya terjadi dengan layanan purna jual Ford di Indonesia? Apakah ini adalah sifatnya kasuistik saja atau memang ditemukan kelemahan dari standar layanan purna jual di Indonesia yang akan segera dibenahi?
(2) Apakah benar tidak ada SOP yang sama antara satu bengkel resmi Ford dengan bengkel Ford yang lainnya? Jika informasi tidak benar, bagaimana penjelasan Ford Indonesia mengenai perbedaan perlakuan yang diterima oleh kedua pengguna mobil Ford yang diberitakan oleh mobilinanews?
(3) Bagaimana cara Ford Indonesia menetapkan SOP buat meningkatkan pelayanan dan kepuasan konsumen? Apakah ada SOP global Ford yang jadi acuan pelayanan bengkel resmi Ford di Indonesia?
(4) Bagaimana
cara Ford Indonesia agar kasus-kasus ketidakpuasan konsumen pengguna mobil Ford
tidak semakin merebak di Indonesia?
Pertanyaan ini dijawab
Lea Kartika Indra selaku Communications Director PT FMI pada keesokan hari
(19/5). Sayang jawaban diberikan cenderung normatif dan tidak menyentuh
substansi pertanyaan yang diajukan. (baca Jawaban
Ford Indonesia Atas Keluhan Konsumen).
Kabar kurang
sedap terkait FMI tidak hanya sampai di situ. Pada Rabu malam (3/6), mobilinanews
sempat berkomunikasi dengan narasumber yang pernah berkesempatan mengikuti
kegiatan CSR Ford DSFL pada tahun 2015.
“Saya khawatir
pelaksanaan Ford DSFL tidak mengejar kualitas, lebih pada dokumentasi kewajiban
pelaksanaan CSR Ford global. Buktinya ada peserta yang tidak memiliki SIM. Pihak
FMI juga tidak terlalu memperdulikan jika peserta dapat mengikuti materi yang
diberikan dengan baik atau tidak, yang penting ramai. Patut dipertanyakan,
apakah pelaksanaan Ford DSFL di Indonesia sudah sesuai dengan standar
pelaksanaan Ford DSFL global,” kata narasumber tersebut.
mobilinanews
yang sempat mengikuti Ford DSFL pada tahun 2013 di kawasan Taman Mini Indonesia
Indah melihat kegiatan CSR ini memang diikuti banyak peserta, sehingga memang
nampak agak sulit mengoptimalkan kegiatan ini lebih dari sekedar kegiatan
sosialisasi keselamatan berkendara dibanding kegiatan peningkatan skills dari
para peserta secara maksimum.
Semoga hal ini dapat menjadi bahan untuk meningkatkan kinerja dan kepuasan konsumen di Indonesia...