Catatan Ringan Tentang Mobil Cina : Jangan Lupakan Sejarah...!

Senin, 16/10/2017 17:45 WIB

mobilinanews (Jakarta) - Heboh hadirnya mobil Cina dengan merek Wuling, mewarnai timeline facebook (medsos) dan pemberitaan pada pekan-pekan ini.

Apalagi setelah test drive model Wuling Confero S di Pulau Dewata dengan mengundang sejumlah rekan media dari Jakarta.

Semua memuji varian MPV yang di Cina sendiri diklaim terjual sekitar 2 juta unit pertahun, sebagai mobil bongsor namun lincah, stabil, kabin luas, fitur lengkap hingga eksterior modern. Dan seabreg pujian lainnya.

Secepat itukah kita lupa dengan sejarah mobil Cina di Indonesia? Tentu masih belum lupa, bagaimana perjuangan beberapa merek dari Negeri Tiongkok itu berusaha tetap eksis di Indonesia.

Ada merek Geely, Cherry QQ hingga Panda, semua berakhir dengan cerita kurang menggembirakan.

Penyebabnya karena image mobil Cina dianggap berkualitas rendah, dengan harga yang relatif murah pula. Karena ada kepercayaan, tidak ada murah yang bagus.

Selain itu, layanan aftersales yang kurang bagus dan kurang memadai. Termasuk kasus mobil Wuling ini.

Meski telah dijanjikan oleh manajemen Wuling yang segera menyiapkan puluhan dealer lengkap dengan ketersediaan suku cadang, hal itu tentu tidak mudah dipercaya begitu saja.

Ini karena pengalaman kasus merek Geely, Cherry maupun Panda dulu, yang membuat konsumen menjadi trauma. 

Dari cerita mobil Wuling saja, meski telah membangun pabrik perakitan di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, orang masih gamang membeli mobil yang  memprioritaskan untuk segmen mobil keluarga itu.

Ada beberapa alasan untuk itu. Semisal saja soal layanan purna jual, jaminan ketersediaan suku cadang hingga harga jual kembali yang diprediksi bakal jeblok.

Belum lagi, yang juga banyak dikeluhkan, varian Wuling yang dijual ke pasaran saat ini hanya bertransmisi manual.

Ini agak aneh, mengingat pasar utama saat ini adalah wilayah Jabodetabek, dengan tingkat kemacetan nauzubilah dan susah diprediksi area jalan mana yang tanpa kemacetan.

Hari gini di Jakarta pakai mobil manual? Coba tanyakan manajer bank yang berkantor di Sudirman atau eksekutif sebuah perusahaan asuransi di Jalan HR Rasuna Said Jakarta. Jawabnya pasti sama : mau mobil matic. Biar kaki gak pegel katanya.

"Di Jakarta, idealnya memakai mobil dengan transmisi otomatis. Bukan sekadar tidak bikin kaki capek, tetapi untuk mengelola agar jangan sampai stres. Kalau stres, pekerjaan jadi berantakan dong," ujar Rifat Sungkar, master reli Indonesia kepada mobilinanews.

Lebih lanjut direktur Rifat Drive Labs, sebuah konsultan keselamatan yang fokus kepada pengemudi secara aman itu menambahkan memang tidak ada keharusan pakai mobil matik di Jakarta.

"Tapi, demi kenyamanan, saya pun tiap hari pilih pakai mobil matik. Kalau pas reli dan offroad baru pakai mobil manual," tukas Rifat.

Nah, kalau beberapa elemen pendukung lebih banyak yang nggak pasti, kenapa tidak pilih produk yang sudah pasti teruji selama ini?

 Ada banyak brand, terutama Jepang dan Korea, yang sudah familiar dan memiliki hampir semua model yang dicari dan inginkan konsumen.

Kalau saya, yang tidak begitu paham soal teknik mobil, pilih yang pasti-pasti aja. Apalagi untuk mobilitas. (budi santen)

TERKINI
Seres dan DFSK Ikut Ramaikan Pameran PEVS 2024, Bawa Ragam Mobil Listrik Chery dan Konsistensi Inovasi Teknologi di OMODA E5, Bukti Keseriusan Dalam Mendukung EV Indonesia Wuling Resmi Buka Pemesanan Cloud EV di PEVS 2024, Harga Pre-book Rp410 Juta FIF Terima Fasilitas Pinjaman Berkelanjutan Senilai 60 Juta Dolar