Catatan Rio Sarwono : Pemilihan Ketum IMI Aklamasi Merusak Tatanan Demokrasi Di Indonesia

Senin, 23/11/2015 23:30 WIB

mobilinanews (Turki) - Euforia calon ketua umum PP IMI sudah mulai memanas. Maklumlah,  karena waktu pemilihan sudah tinggal hitungan hari saja. Tepatnya 17-18 Desember mendatang di Hotel Borobudur, Jakarta.

Siapapun yang bersedia menjadi Ketua Umum IMI haruslah kita hormati dan hargai. Pasalnya, menjadi seorang Ketua IMI adalah sebuah kerja bakti dalam arti tidak mendapat gaji,  menguras waktu, tenaga serta pikiran.

Dengan catatan, sang Ketua betul betul bekerja keras untuk kemajuan IMI. Sampai saat ini yang kelihatan betul-betul serius untuk maju sebagai calon baru Sadikin Aksa. Yang lainnya masih sebatas gembar gembor saja.

SA -- sapaan karibnya -- sudah beberapa kali melakukan kampanye dengan cara mengundang para Ketua Pengprov IMI daerah. Mulai dari pertemuan Bali, Sidrap (Sulsel), Bandung bahkan sampai ke nonton MotoGP ke Sirkuit Sepang, Malaysia.

Sebuah langkah yang baik untuk menunjukkan sebuah keseriusan. Dari sisi rekam jejak, SA boleh dibilang sudah komplit, mulai dari pereli,  menjadi  Ketua Pengprov Sulawesi Selatan, Wakil Ketua Umum  PP IMI sekarang ini.

Dan memang sudah selayaknya tahun ini menjejaki anak tangga menjadi Ketua Umum. Hanya saja memang menang  pengalaman seseorang belum tentu berbanding lurus dengan prestasi dalam memimpin sebuah organisasi.

Konon kabarnya pada waktu pendaftaran SA sudah didukung oleh 28 Pengprov. Nah justru di sinilah pokok permasalahannya. Jika dukungan sebelum pemilihan sudah lebih dari 50% maka akan terjadi aklamasi.

Padahal pada zaman reformasi demokrasi saat ini, aklamasi seperti sangat diharamkan. Aklamasi apapun alasannya adalah tabu untuk dibicarakan apalagi dilakukan.

Ini bisa terjadi karena ketidakjelian dari Tim Penjaringan. Apapun alasannya jika sampai terjadi bakal aklamasi, tim penjaringan harus berlapang dada untuk mengakui kelemahannya.

Seharusnya bisa saja dalam syarat seorang bakal calon (balon),  Ketua Umum PP IMI didukung minimal 5 pengprov dan maksimal 10 pengprov. Dengan demikian akan muncul minimal 3 kandidat balon Ketua IMI.

Sekitar 30 tahun lalu jabatan Ketua Umum IMI dipegang petinggi Departemen Perhubungan. Setelah itu dijabat swasta dari kalangan keluarga pebalap dan pereli yaitu Hutomo Mandala Putra.

Sejak itulah proses pemilihan Ketua Umum IMI dilakukan secara demokrasi. Tidak ada yang dilakukan secara aklamasi.  Maka jika nuansa tahun ini diarahkan kepada aklamasi, maka itu berarti IMI mengalami kemunduran 30 tahun.
Dan tak ada gunanya jika SA memimpin IMI yang di awal kepemimpinannya sudah mundur 30 tahun.

Jadi apa yang mesti dilakukan untuk menyelamatkan IMI yang kita cintai bersama ini? Satu satunya jalan adalah tim Penjaringan yang diisi 5 personil itu harus berlapang dada mengakui kelemahannya, mandat dikembalikan kepada Ketua Umum lama.

Kemudian dibentuk tim penjaringan baru yang akan melakukan pemilihan ulang 6 bulan atau 1 tahun mendatang. Lebih baik mundur 1 tahun dari pada mundur 30 tahun dan mencederai alam demokrasi yang sudah tertata di bumi Indonesia tercinta ini.

Dan rasanya SA sebagai pereli yang sportif dan pemimpin muda  cukup bijaksana untuk menunda kemenangannya. Apalagi jabatan adalah amanah bukan sekedar ambisi pribadi.

Hidup IMI dan Hidup Demokrasi Indonesia.

TERKINI
Motor Listrik Keeway KL1500GS Dijual Cuma Rp 16.5 Juta, Inilah Spesifikasi Lengkapnya! Hyundai Ajak Pemilik IONIQ 5 dan IONIQ 6 Lakukan Pembaruan Software Bermasalah, Menjamin Keamanan Konsumen Mazda Indonesia Resmi Buka Diler Baru di Jemursari, Surabaya, Ini Fasilitas Unggulannya PEVS 2024 : NETA Raih Penghargaan Favourite Car Brand Launch, Ini Strategi Yang Diterapkan