mobilinanews (Spanyol) - Hanya 2 pembalap regular Suzuki di MotoGP tapi melibatkan ratusan orang dalam tim, dalam berbagai divisi dan fungsi. Juga melibatkan karakter kerja antara insinyur Jepang dan Eropa (khususnya Italia). Bagaimana Davide Brivio menanganinya?
Soal etos dan kolaborasi teknisi Jepang dan Eropa (terutama dengan Italia seperti Brivio dan juga karena markas tim di Italia) menjadi menarik menyambut sukses besar yang musim ini akan diraih Suzuki. Tak lain sebagai perbandingan dengan Yamaha yang hingga saat ini masih acap terkendala di lapangan hanya karena perbedaan caraJepang dan Italia.
Brivio pun tumbuh dan besar di Yamaha maka tak bisa dipungkiri gaya kepemimpinanya di Suzuki pun tak lepas dari pelajaran dan pengalamannya di Yamaha. Mantan manajer Valentino Rossi inilah yang memprakarsai kepindahan The Doctor dari Honda ke Yamaha pada 2004. Dan setelah itu merasakan jayanya Yamaha bersama fenomenalnya kombinasi Rossi dengan M1.
Pada era itu Brivio sangat banyak belajar dari teknisi legendaris Yamaha, Masao Furusawa, yang sebagai kepala mekanik bisa meramu teknisnya dengan talenta hebat milik Rossi. Kedekatan dengan Furusawa dan filosifi kerjanya, salah satu referensi penting Brivio memimpin Suzuki. Pemahaman pada etos kerja Furusawa menjadi bekal kemudahan kompromi buat Brivio dan melanjutkannya ke kolega Italia atau Eropa lainnya.
Hal itu tidak dikatakan oleh Brivio. Tapi, diucapkan oleh Rossi dalam menyambut era terbaik Suzuki saat ini. Di mata Il Dottore, Brivio yang juga sukses membangun industri merchandise VR46 milik Rossi itu sudah melakukan pekerjaan fantastis di Suzuki dengan sukses menjadi penyatu ide maupun cara kerja Jepang dengan Italia. Satu hal yang pastinya tak bisa dianggap sepele.
Rossi memang tak menyebut Yamaha sebagai perbandingannya. Tapi, bukan tak pernah terjadi kalau urusan set up motor untuk raceday saja bisa jadi masalah karena beda cara tadi. Dan, bukan tak mungkin itu pula yang terjadi saat Fabio Quartararo ingin ban depannya dikurangi tekanan angin saat laga di GP Eropa kemarin, dengan alasan protokol Yamaha.
"Intinya bukan pada masalah Suzuki kini menjadi motor yang sangat kuat. Saya pikir Brivio mengawali itu semua dengan keberhasilan meyakinkan dan menyatukan cara kerja Jepang dengan Italia/Eropa dalam tim. Ini pekerjaan yang menurut saya fantastis, menjadi kekuatan tim," kata Rossi.
Analisa Rossi bisa jadi benar karena ia mengalami langsung situasi macam itu, dan juga sangat paham profil Brivio. Bahwa manajemen manusianya di dalam tim sama pentingnya dengan pengembangan teknis GSX-RR itu sendiri. Peningkatan performa motor tak bisa melulu lewat data. Ia harus datang dari pembalap, mekanik dan para insinyur yang tahu cara memanfaatkan semua yang mereka miliki dan bekerja sama secara harmoni. Inilah tugas seorang pemimpin.
Davide Brivio sepertinya sudah jalankan tugas itu dengan baik selaku Team Principal Suzuki Ecstar MotoGP. (rnp)