mobilinanews (Jakarta) - Indonesia harus berani melangkah lebih jauh dalam urusan elekrifikasi kendaraan, jika tak ingin ketinggalan. Hal ini menjadi tone bagi pemerintah yang gencar mendorong elektrifikasi kendaraan.
Untuk itu, pemerintah mengambil langkah-langkah untuk memastikan adopsi sepeda motor dan mobil listrik dilakukan dalam waktu dekat, terutama di daerah perkotaan yang padat penduduk. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari inisiatif negara untuk mengurangi emisi karbon.
Berkaitan dengan percepatan elektrifikasi, pemerintah telah mengeluarkan mandat mengenai penjualan Elektic Vehicle (EV) untuk tahun-tahun mendatang.
Dalam laporan yang diterbitkan oleh Reuters, Menteri Energi Indonesia Arifin Tasrif mengumumkan mulai tahun 2040, hanya sepeda motor dan skuter listrik yang akan dijual, sedangkan sepuluh tahun setelahnya, mulai tahun 2050, hanya mobil listrik yang dapat dijual di Indonesia
Pengumuman ini dibuat menyusul rencana pemerintah untuk berinvestasi besar-besaran dalam pengembangan pabrik canggih yang didedikasikan untuk memproduksi baterai untuk sepeda motor dan mobil listrik.
Pabrik tersebut diperkirakan menelan biaya sekitar USD 1,2 miliar. Selain itu, Indonesia berupaya menjadi pusat manufaktur EV dalam waktu dekat.
Memang, pemerintah memiliki beberapa rencana besar dalam hal meningkatkan industri EV lokalnya, serta berambisi untuk menjadi pengekspor kendaraan listrik baik roda dua maupun roda empat yang terjangkau. Namun mereka harus realistis dengan kondisi industri otomotif yang terksan jalan di tempat.
Sebelumnya, pemerintah telah menetapkan target yang cukup spesifik untuk tahun-tahun mendatang berkenaan dengan transformasi kendaraan listrik.
Pada tahun 2030, Indonesia berupaya untuk memproduksi total 600 ribu mobil listrik dan hampir 2,5 juta sepeda motor dan skuter listrik.
Selain itu, Indonesia juga berupaya menjadi pemimpin global dalam produksi baterai khusus kendaraan listrik. Hal ini tentu akan sangat menguntungkan, di tengah kelimpahan biji nikel laterit dan sumber mineral yang biasa digunakan dalam produksi baterai lithium-ion.
Menariknya, upaya Indonesia menuju penggunaan energi alternatif berkelanjutan tidak berhenti di sektor transportasi.
Pemerintah kini berusaha untuk menutup semua pembangkit listrik tenaga batu bara pada tahun 2056, dan menggunakan sumber daya alternatif dalam upaya untuk mencapai netralitas karbon.
Langkah berani ini tentu akan berdampak positif bagi lingkungan perkotaan yang sangat padat di Indonesia, khususnya di ibu kota Jakarta, yang telah lama bergumul dengan masalah polusi udara.
Dengan adopsi sepeda motor dan mobil listrik yang stabil yang diperkirakan akan terjadi di tahun-tahun mendatang, pemerintah berharap dapat mengurangi emisi CO2 secara keseluruhan dengan total 3,8 juta ton.
Ambisi ini tentu merupakan sebuah semangat yang baik jika dikonversi dalam blue print yang jelas dan realisasi nyata. Namun, penting untuk dicatat bahwa Indonesia belum memiliki rencana untuk secara eksplisit melarang penggunaan mesin konvensional.
Saat ini, rencana mengenai penggunaan EV pada tahun 2050 hanya berkaitan dengan penjualan kendaraan baru.
Meskipun demikian, mesin konvensional kemungkinan akan bertahan selama beberapa dekade mendatang, sampai infrastruktur pendukung kendaraan listrik terpenuhi.
Sebaliknya masyarakat perlahan meningglkan kendraan konvesional karena lingkungan umum tidak lagi mendukung penggunaannya.
Untuk diketahui, saat ini ada lebih dari 15 juta mobil terdaftar dan 112 juta sepeda motor di Indonesia. Lebih dari 90 persennya menggunakan bahan bakar bensin.
Kita tentu dapat mengharapkan semakin banyak EV untuk diluncurkan di tahun-tahun mendatang, terutama mengingat dorongan pemerintah terhadap percepatan dan adopsi energi alternatif yang berkelanjutan terus digaungkan. (elk)