Curcol Pembalap Gerry Nasution Terkait Masa Depan Sirkuit Sentul

Jum'at, 06/03/2020 20:30 WIB

mobilinanews (Jakarta) – Terkait keinginan H.Tinton Soeprapto, bos Sentul International Circuit (SIC), Bogor, yang disampaikan pada malam Apresiasi & Gathering ETCC Indonesia di Hotel Santika TMII, Jakarta Timur, Minggu (1/3/2020) lalu, agar komunitas balap meramaikan SIC, mendapat respon salah satu pembalap senior.  

Yaitu Gerry Nasution, sang jawara balap ETCC, yang malam itu juga hadir untuk menerima 2 trofi penghargaan dari ETCC Indonesia.

Salah satu statement H. Tinton adalah daripada pusing mengelola SIC, komunitas balap tidak peduli dan sepi event balap, lebih mudah sirkuit dibongkar dan dijadikan perumahan, hotel atau kondotel saja yang pasti menguntungkan secara financial.

Berikut petikan curcol Gerry Nasution :

“Kalau ditanya apa paling menarik dari event kemarin, adalah berkesempatan  bersilaturahmi lagi dengan teman-teman balap. Sambil bernostalgia tentang awal sirkuit Sentul berdiri, seperti dipaparkan om Tinton.

Kebetulan, saya ada di sana (sirkuit Sentul) ketika akhirnya bisa berdiri sirkuit international satu-satunya di Indonesia itu. Jadi apa yang dipresentasikan mengenai perjalanan skirkuit Sentul, jadi kayak dejavu hehehe.

Di akhir acara, saya bilang sama mbak Lola, seandainya saya dikasih kesempatan bicara tadi, mungkin saya akan bilang bahwa, perjalanan Sentul itu berat memang. Jadi apa yang disampaikan  om Tinton dan mba Lola benar adanya.

Banyak sekali opini negatif tentang Sentul baik secara institusi ataupun pribadi. Tapi saya melihatnya itu lebih disebabkan oleh oknum-oknum di sekeliling yang berusaha mengambil manfaat.Jadinya mungkin banyak orang yang melihat bahwa managemen yang salah.

Sangat tidak gampang untuk mengelola suatu tempat/sirkuit  yang income-nya itu perpaduan dari menciptakan adrenalin dan safety.

Apalagi di Indonesia yang motorsport itu masih sangat kecil proporsinya dibandingkan dengan jumlah penduduknya.

Indutri motorsport masih dianggap sebagai sesuatu yang exclusive, sehingga sulit untuk menciptakan inclusivitas di masyarakat. Akibatnya dukungan untuk dunia motorsport juga menjadi sangat terbatas.

Antusias masyarakat atas motorsport juga masih akan sulit tercipta bagi masyarakat yang mayoritas masih menganggap kendaraan itu identik dengan alat angkut.

Hal ini tidak akan membaik, tapi malah akan menurun di dekade mendatang, disebabkan telah bergesernya konsep kemudahan berkendara menjadi kemudahan mobilitas bagi generasi z dan alpha. 

Karena, kepuasan yang diinginkan oleh generasi ini akan bergeser dari kemampuan bertranspotasi secara independen menjadi kemudahan mobilitas yang terintegrasi.

Dan pada saat ini terjadi, maka kebutuhan manusia untuk memiliki kendaraan/alat angkut akan tergantikan menjadi kebutuhan manusia mempermudah cara berpindah tempat (kemampuan mobilitas).

Dengan demikian konsep “kecepatan” dalam bertransportasi juga akan berubah menjadi “kemudahan” dalam bertransportasi. Akibatnya keinginan menjadi yang “tercepat” juga akan berubah menjadi yang “termudah”. 

Manusia pada saatnya akan merasa bahwa rasa kompetitif dalam berkendara itu akan menjadi suatu yang kurang diminati. Selanjutnya, dapat diperkirakan industri motorsport akan beralih menjadi sesuatu yang kurang popular.

Kembali ke atas, memang agak memprihatinkan kondisi sirkuit Sentul ke depannya, seandainya kita, insan motorsport Indonesia, tidak concern ikut memikirkan bagaimana nasib ke depannya.

Hidupnya sirkuit itu dari aktifitas event yang diselenggarakannya. Apalagi milik swasta. Karena sangat tidak mungkin kalau hanya mengandalkan rutinitas dari pengunjung saja. 

Oleh karena itu sangat masuk akal ajakan yang dilontarkan om Tinton dan mbak Lola untuk meramaikan sirkuit Sentul dengan berbagai event.

Saya pernah mengalami langsung selama 10 tahun mengelola sirkuit skala kecil, dan itu pun sangat tidak mudah. (Gerry pernah mengelola sirkuit rental gokart Red Line di Kelapa Gading)

Kebutuhan untuk berlatih secara rutin di sirkuit hanyalah bagi segelintir pembalap saja, dan (sayangnya di Indonesia) itu pun juga harus ditunjang dengan penetapan tarif yang sangat ekonomis (baca: murah).

Bila tidak, maka minat untuk berlatih secara rutin pasti akan jauh menurun.nDi lain sisi, pengelolaan sirkuit yang layak, membutuhkan dana yang tidak sedikit.

Belum lagi dana-dana yang dibutuhkan untuk tetap menjaga ‘appetite’ pembalap untuk selalu hadir di event yang dilaksanakan (baca: dana2 promosi).

Saya refleksikan pada masa-masa tersulitnya sirkuit Sentul pasca krisis moneter, di mana peserta event motorsport yang diadakan, sangat minim sekali.

Di satu sisi harus tetap hidup dari menyelenggarakan event, di sisi lain peserta yang berpartisipasi sangat sedikit. Kontradiksi ini menyebabkan dilema yang harus dijalani.

Di sinilah saya dapat menyatakan bahwa “salut” dengan manajemen sirkuit Sentul yang masih bisa menjaga eksistensi sebagai sirkuit satu-satunya di Indonesia selama 27 tahun." (bs)

 

TERKINI
Laba Bersih Astra Otoparts Tembus Rp475,0 Miliar Di Kuartal I 2024 Innova Zenix Hybrid: Unggulkan Sektor Performa, Safety, Efisien dan Teknologi Canggih Sambangi Tempat Bersejarah, Wahana Makmur Sejati Ajak Media City Touring Pakai Honda Stylo Suzuki Address 125 2024: Skutik Matic Modern Bernuansa Klasik Yang Tampil Elegan