Wawancara Sean Gelael (3) : Petik Pelajaran Di F2, Saatnya ke World Endurance Championship

Kamis, 18/03/2021 20:20 WIB

mobilinanews (Jakarta) - Pembalap andalan Indonesia, Sean Gelael mantap menatap kejuaraan dunia balap ketahanan WEC (World Endurance Championsip), setelah 5 tahun berkompetisi di FIA F2 Championship. 

Sean akan memperkuat tim JOTA Racing, berpasangan dengan 2 pembalap international Tom Blomqvist (Inggris) dan Stoffel Vandoorne (Belgia). 

Pembalap team Jagonya Ayam Indonesia tersebut telah melakukan pemanasan yang apik dengan menjuarai balap ketahanan 4 jam Asian Le Mans Series di sirkuit Yas Marina, Abdu Dhabi, Uni Emirat Arab, Februari lalu. Dua race dimenangi pembalap terbaik Indonesia berusia 24 tahun tersebut. 

"Endurance race saatnya kini, setelah di ajang F2 beberapa tahun, semua sudah dicoba, akhirnya tak tercapai untuk masuk Top Five. Hanya beberapa kali naik podium, runner up di GP2 di Austria (2016) dan F2 Monaco 2018. Test mobil F1 dengan Toro Rosso bahkan ikut free practice F1 juga udah," ungkap Sean Gelael kepada mobilinanews.

Banyak hal dipelajari 5 tahun balap di F2, terang Sean, bahwa balapan tidak sekadar nyopir. "Tentang blind corner, sensitifas ban, manajemen bahan bakar, main change, ganti mesin, ganti ban dan masih banyak lagi," terang Sean.

"Saya juga gak mau defend my self, mungkin bukan jalannya. Udah working hard, skill balap nyopir, team dan teammate melihat itu. Apalagi di 2020, tahun terakhir di F2 itu paling mengecewakan, itu karena 7 dari 10 race DNF (Do Not Finish)," lanjut Sean.

Menurut Sean, masalahnya sama, all presure. Sampai mobil dibongkar semua. Dan kurang beruntungnya, pada periode Sean di F2 terjadi banyak perubahan dari ganti mesin, ban hingga mayor change lainnya yang tentu menjadi handicap tersendiri.

"Juga ganti mesin di seri Silverstone, Inggris di round 4 F2. Kenapa kecewa, karena di tahun terakhir ingin persembahkan yang terbaik. Karena ingin yang terbaik, ingin di depan, yang terjadi kemudian over driving dan over ekspektasi," ungkap Sean.

Di F2, pressure itu sangat keras. Menurut Sean, karena disorot live Fox Sport (karena balapannya satu rangkaian dengan F1), akibatnya semua diatur sangat ketat dan padat.

"Free practice sangat singkat, tyre, time, degree, ban Pirelli yang sensitif, gampang aus, itu membuat suasana pressure dan serius. Itu juga yang terjadi di F1, kalau saya ngomong ke teman-teman di F1, gitu," tutur Sean.

Di F2 seperti halnya F1, QTT penting untuk bisa di urutan depan. Demikian pula first lap juga menjadi terpenting. Lap pertama harus di depan, kalau nggak bisa ya berat.

Selain itu, mesin di F2 cenderung rentan. Lain dengan mobil untuk balap ketahanan di Asian Le Mans Series maupun World Endurance Championship, yang lebih kuat dan andal.

"Ini yang berbeda dengan balap ketahanan, seperti di Asian Le Mans Series atau WEC (World Endurance Championship), tidak harus start terdepan, tidak perlu buru-buru di depan setelah start, bisa lebih tenang, nggak terlalu pressure," ungkap Sean.

"Tapi ada hal lain yang sangat penting yakni teamwork antar pembalap, manajemen tim, konsistensi dan terbentuk chemistry dengan pembalap dan tim," pungkas Sean. (bs)


 

TERKINI
Dewan Tiongkok dan Periklindo Komitmen Memperkuat Industri Kendaraan Listrik MOU PT International Chemical Industry dan PT Senzo Feinmetal Perkuat Orbit Triton Untuk Efisiensi Kerja Industri Hadirkan Gaya Berkelas, Vespa Rilis Vespa Primavera dan Vespa Sprint 2024 Terbaru! Kontribusi Jaga Keberlanjutan, PEVS 2024 Bawa Semangat Net Zero Emission 2060