Percepatan Mobil Listrik di Indonesia Masih Terkendala, Bebin Djuana : Minim SPKLU dan Segmentasi Kurang Pas

Kamis, 16/02/2023 01:02 WIB

mobilinanews (Jakarta) – Ternyata, target pemerintah untuk menghadirkan kendaraan listrik (electric vehicle) sebanyak 10 persen dari total penjualan kendaraan di Indonesia tahun lalu sebanyak 1 juta unit lebih, tidak tercapai.

Tahun lalu, kendaraan listrik dari yang Hybrid maupun full EV terjual sekitar 10 ribu unit, atau hanya terealisasi 1 persen saja. Padahal, berbagai upaya telah ditempuh pemerintah. Dari pajak yang lebih murah, bebas ganjil genap dan terbaru akan diberikan subsidi.

Lalu, apa penyebab penjualan kendaraan listrik belum seperti yang diharapkan?

“Ada dua persoalan mendasar. Pertama, kendaraan listrik yang beredar di pasar Indonesia saat ini bukan segmen yang kebanyakan dibutuhkan masyarakat. Kedua, masih sangat-sangat sedikitnya SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum),” ungkap Bebin Djuana, pengamat otomotif dan pelaku industri otomotif senior.

Menurut Bebin, dua hal itu sangat vital. “Ada dua pabrikan yang kebetulan non-Jepang saat ini cukup serius memproduksi dan menjual kendaraan listrik. Sayangnya, produk kendaraan keduanya kurang mewakili mayoritas pemakai mobil di Indonesia, yakni segmen kendaraan keluarga,” terangnya.

Disebutkan oleh pengasuh Klinik Otomotif di Radio Sonora (Kompas Group) seperti Air ev produksi Wuling (brand Cina) merupakan mobil listrik segmen City Car. Sedangkan IONIX 5 dari produsen kendaraan asal Korea, segmennya cenderung sebagai sedan. Keduanya dinilai Bebin dengan ceruk pasar yang relative kecil.

Itu yang membuat dia agak heran. Kenapa belum ada mobil listrik segmen keluarga pada MPV (Multy Purpose Vehicle) dan SUV (Sport Utility Vehicle) seperti kebanyakan yang dipakai orang Indonesia sebagai kendaraan konvensional dengan bahan bakar minyak.

“Orang kita kan kalau jalan ramai-ramai, bersama keluarga, ke luar kota. Kan nggak cocok kalau pakai city car dan sedan dibawa jalan-jalan dengan medan bervariasi, naik turun hingga jalan tanah. Ini yang membuat, penjualan kendaraan listrik masih sangat kecil,” ungkap Bebin Djuana.

Yang kedua, lanjut Bebin yang pernah menjadi BOD (Board of Director) di beberapa brand terkemuka, jumlah SPKLU yang masih sangat sedikit jumlahnya.

“Ini menjadi persoalan tersendiri. Jumlahnya masih sangat kurang. SPKLU yang utama ada di kantor PLN Pusat di Jalan Trunojoyo Jakarta Selatan, kemudian di beberapa mall, dan rest area. Persoalan tak hanya jumlahnya sedikit, proses charging juga belum user friendly,” beber Bebin.

Lalu Bebin mempertanyakan, kenapa untuk melakukan charging di SPKLU mesti mendownload aplikasi tertentu. Ini menjadi masalah tersendiri. Pertama, tidak semua orang paham digitalisasi. Kedua, kadang terkendala jika sinyal lagi kurang bagus.

“Saya sudah nanya ke beberapa teman di APM yang memproduksi atau menjual kendaraan listrik, kenapa proses pembayaran charging meski pakai App (aplikasi)? Kenapa tidak dibuat user friendly seperti kita nge-tap e-money di gate jalan tol dan membayar parkir?,”  lanjut Bebin.

Belum lagi, daya listrik yang tersedia relatif kecil yakni 50 KW sehingga ketika sebuah SPKLU dipakai charging untuk 2 mobil, tidak mungkin bisa mengisi penuh. Setidaknya, daya listriknya 100 KW. 

Bagaimana solusinya? "Ini seperti ayam dan telor. Menurut saya, bisa dilibatkan pihak ketiga, swasta, sebagai penyedia SPKLU. Karena tentu investasinya sangat besar. Maka harus mendapat jaminan pemerintah dan juga produsen EV, terkait terpenuhinya kuota kendaraan listrik di Indonesia," terang Bebin.

Lalu, kenapa brand kendaraan Jepang terkesan masih wait and see?

"Pertama, mereka masih belum sepenuhnya percaya dengan policy pemerintah terkait EV. Kedua, mereka tahu jika kendaraan full listrik "masih ribet", terutama charging membutuhkan waktu berjam-jam (baca : lama). Sedangkan mobil konvensional, bensin habis tinggal ke SPBU, langsung isi deh BBM. Namun bukan berarti Jepang nggak mampu bikin kendaraan full listrik. Tapi umumnya produsen mobil Jepang lebih suka kendaraan hybrid," beber Bebin.

Dengan bermesin hybrid (menggunakan mesin konvensional dan EV), dinilai lebih pas. Dengan sistem kerja saling menunjang. 

"Dan lagi, mobil hybrid penggunaan batereinya relatif kecil. Sehingga bisa dicas di rumah, dengan penggunaan daya listrik relatif kecil," pungkas Bebin Djuana. (budi santen)

 

 

TERKINI
GWM Indonesia dan Ideafest Menyelenggarakan Diskusi Inspiratif yang Membahas Transformasi Industri Melalui Pengalaman Baru Hyundai Staria Hybrid: MPV Mewah dengan Teknologi Hybrid Unggulan Dealer BYD Cibubur Sebagai Salah Satu Flagship Dealer di Indonesia, Dilengkapi Fasilitas Lengkap OnePrix 2024 Palopo : Insiden Sikut dan Dorong Oleh Riki Ibrahim, Akibatkan Pembalap Kehilangan Posisi, Harusnya Disanksi