mobilinanews (Italia) - Dalam pertarungan panjang 23 race tahun ini, konsistensi perolehan poin di kejuaraan dunia sangatlah penting. Kasus di GP Emilia Romagna, Italia akhir pekan lalu jadi pelajaran penting bagi Charles Leclerc (Ferrari) yang baru sekali ini berada pada jalur perebutan gelar juara dunia.
Pada race di Sirkuit Imola, merupakan kandang Ferrari dan di hadapan puluhan ribu tifosi The Prancing Horse itu, Leclerc membuat keputusan sendiri yang dianggap terlalu bernafsu dan ceroboh sangat merugikan.
Merugikan dirinya sebagai pembalap yang ditarget menjadi juara dunia 2022, dan merugikan penggemar fanatik Ferrari yang di awal lomba sudah sedih dengan berakhirnya balapan Carlos Sainz akibat tubrukan, dan juga merugikan tim.
Berada di posisi ketiga di belakang duet Red Bull ; Max Verstappen dan Sergio Perez, Leclerc sebenarnya sudah diingatkan tim untuk bertahan di posisinya. Itu sudah cukup bagus di klasemen dan tak perlu ambil resiko karena performa mobilnya kurang meyakinkan.
Namun Leclerc mengabaikan. Ia tetap mengejar Perez agar finish sebagai runner up di belakang Verstappen.
Sial, mobilnya membentur pinggiran lintasan dan hilang kendali menuju gravel. Untung hanya nyender di dinding ban dengan kerusakan sayap depan dan bisa kembali ke pitlane.
Tapi saat kembali ke lintasan, posisinya melorot ke P9 dan akhirnya finish di urutan 6. Artinya, 7 butir poin melayang sia-sia, jumlah yang sesungguhnya signifikan untuk perburuan gelar.
Tertekankah Leclerc dengan target juara di depan petinggi dan tifosi Ferrari?
Team Principal Ferrari Mattia Binotto tak menerima alasan itu. Setiap pembalap katanya sudah punya tekanan masing-masing di setiap race. Untuk pembalap sekelas Leclerc, hal-hal semacam itu tentunya tak lagi berpengaruh. Ia justru melihat hal itu terjadi karena Leclerc kurang bagus mengontrol nafsunya.
"Harus dipahami suspensi mobil tahun ini lebih keras dari sebelumnya. Jika menghantam sedikit saja gundukan mobil bisa mantul dan kehilangan kendali," kata Binotto.
Sejumlah pengamat juga mengkritik cara pikir Leclerc mengambil keputusan, tentu terkait dengan posisinya sebagai petarung memperebutkan gelar. Salah satunya eks driver F1 asal Jerman, Ralf Schumacher.
Adik kandung Michael Schumacher ini menilai Leclerc sudah membuat kesalahan yang tidak perlu pada momen penting.
"Ini bukan hanya soal kecepatan mobil, tapi juga mengemudi dengan konsisten tanpa mengambil resiko apa pun yang bisa kehilangan segalanya. Apa yang terjadi dengannya sama sekali tak perlu. Ia harusnya menerima posisi ketiga dalam situasi seperti itu, dan itu bagus untuk kejuaraan," tandas Schumacher yang menyebut konsistensi sangat vital dalam kompetisi panjang seperti F1.
Leclerc yang selama ini dikenal sebagai salah satu pembalap yang cermat untuk menghindari kesalahan, mengakui kali ini memang membuat kesalahan yang sulit dimaafkan. Seharusnya ia cukup mempertahankan P3 dalam 10 lap terakhir karena memang tak mudah mengejar mobil Red Bull.
"Setiap potensi kesalahan kecil selalu saya perhitungkan, dan hari ini saya membuat kesalahan besar. Saya tahu kali ini tak memiliki kecepatan menjadi juara, tapi saya ingin finish di tempat kedua. Itu awal kesalahan yang seharusnya tak terjadi," kata Leclerc yang dalam race tersebut tampak ngotot mengejar Perez.
Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Seperti kata Schumacher, itu pengalaman penting bagi Leclerc yang baru tahun ini berada di jalur persaingan berebut gelar dengan segala tekanannya.
Ia memang masih leading 26 poin dari Verstappen di klasemen sementara, tapi itu masih jauh dari kata aman karena masih ada 19 race di depan. (rnp)