Kolom Rifat Sungkar : Pembalap Generasi Milenial Miliki Visi ke Depan

Minggu, 24/12/2017 21:10 WIB

mobilinanews (Jakarta) - Generasi baru pembalap Indonesia. Topik yang sangat menarik, karena kalau dilihat, olahraga otomotif salah satu sangat diperhitungkan. Namun pada umumnya, olahraga berkiblat ke cabang olimpiade, dipupuk dari waktu yang lama, difasilitasi pemerintah dan seterusnya. 

Tapi lucunya, balap itu dianggap cabang olahraga maian orang kaya. Padahal, banyak banyak jalur dan cara menjadi pembalap tanpa perlu persepsi sangat mahal itu. Yang dibilang mahal itu terjadi pada level kelas utama. 

Padahal yang penting justru pembalap entry level karena jumlahnya yang besar dan semakin banyak yang membawa prestasi di ajang nasional maupun international. 

Menariknya, meski sering mengharumkan nama negara ke ajang internasional, banyak pembalap Indonesia tidak mengeluh meski kurang disupport pemerintah. 

Ini yang membedakan dengan cabang lain di otomotif itu. Apakah ada program dari pemerintah untuk mendukung pembalap, apakah  pemerintah memberikan faslitas untuk pembalap. Tapi tanpa ada fasilitas itu, kita bisa kibarkan bendera Merah Putih di berbagai motorsport roda dan roda empat.

Kembali soal regenerasi  di balap mobil,  seperti bagian  dari perjalanan cerita yang saya alami. Saya lahir dari keluarga pembalap.

Seperti siklus kehidupan. Ada yang menyengkan dan membanggakan ketika terjadi kebangkitan tahun 80-90an, dengan lahirnya fasilitas olahraga seperti sirkuit Sentul International Bogor, lalu ada gelaran kejuaraan dunia reli, MotoGP, Kejuaraan Dunia Superbike, hingga kejuaraan dunia motocross. 

Saat itu, otomotif menjadi sorotan publik dunia. Namun kehebatan itu ada yang bawa, ada magnetnya, nggak perlu diebutkan lagi semua orang tahu. Ketika magnetnya ilang, perkembangan motorsport terpengaruh. 

Dari akhir 90-an sampai 2005,  bukannya tak punya kemajuan dan prestasi. Tapi regenerasi lamban sekali. Juga karena faktor ekonomi. Akhirnya mulai 2010 ke sini mulai banyak pembalap yang mencoba sana sini dan  berkembang lagi.

Saya mau ngomong di forum ini, ada yang pernah ajarkan saya :  Sukses itu sama dengan buang angin, kentut. Kenapa? Selalu enak bagi diri sendiri, tidak bagi orang lain. Ungkapan ini mau saya kaitkan dengan yang mencapai prestasi altet di kancah internasional.

Pasti ada yang nyela. Seperti Rio Haryanto berhasil masuk F1. Ada aja yang ngatain Rio H dikatakan mobilnya kayak metromini, palinng belakang balabala. Pernah tahu nggak usahanya untuk bisa menjadi orang pertama Indonesia ke F1. Begitu pun ketika ada pembalap kita yang ke Moto2. 

Pernah nggak berpikir, berapa puluh proposal dimasukkan ke berbagai perusahaan berbagai brand agar brand agar bisa sampe ke sana. Pembalap pergi ke sana, ada saja suara miring, itulah budaya kita. Sukses itu bukan garis tangan, tapi tangannya bisa berbuat apa. 

Saya melihat regenerasi, kelewat satu generasi. Atinya, dulu zamannya bapak-bapak saya, kemudian jatuh ke saya. Tapi  jumlahnya nggak banyak. Yang ada generasi tua banget dan generasi muda banget.

Tapi setelah 2010,  generasi milenal ini punya wawasan yang beda banget. Lebih punya plan dan visi. 

Di reli, isu regenasinya lambat sekali. Itu jadi calenge bagi saya sebagai ketua komisi reli bisa mencari atlet baru dengan cara perbanyak event.

Kalau nggak ada eventnya percuma. Tahun 2005, saya bawa drift  ke Indonesia, disebutkan bukan olahraga tapi tontonan. Terbukti kini terbukti dunia drfting gede banget.

Regenerasi pembalap Indonesia perlu dituntun dengan event yang berkualitas. Makanya dari tahun lalu punya Pertamax Motorsport (PM). Buat regenerasi dan menampung atlet yang penting berprestasi, di sebuah event yang berkualitas.

Dari PM, harapannya melahirkan nama baru. Yang menyenangkan, PM sudah lahirkan jurnas drag bike. Berjenjang, tahun lalu semua klub event, tahun ini sprint rally sudah kejurnas, atlet drag bike PM ikut kejurnas dan juata nasonal.

Sprint rally juga juara nasional, speed offroad kedua group, drifting hidup, balap mobil ada nama Aldio Oekon juara. PM menjadi kiblat penyelenggara dan pembalap potensial.

Tahun depan menjadi challenge, karena setelah komitmen dengan Pertamina selama 3 tahun, saya berharap jangan soal personal, tapi sistem.

Tetap berobsesi melahirkan kembali bibit-bibit muda potensial. Namun proses tetap perlu dijalanin, tidak ada yang instan dan kita nikmatin aja. 

TERKINI
Bengkel Siaga Suzuki Jadi Andalan Pemudik: Permintaan Melesat 56% Tahun 2024 PEVS 2024: Kendaraan Listrik Menjadi Wadah Komersial Bergengsi hingga Media Edukasi dan Unjuk Prestasi Pelajar Indonesia PEVS 2024 : Neta V-II Meluncur, Janjikan Kenyamanan Lebih dengan Banderol Harga Cuma Rp200 Jutaan Planet Ban Hadirkan Kampanye Keberlanjutan Industri Otomotif Dalam Bisnis!