NGK Tidak Sarankan Busi Diampelas, Disikat Kawat, Atau Diberi Cairan Kimia : Bahaya!

Jum'at, 07/10/2016 15:05 WIB

mobilinanews (Jakarta) – Semua cara merawat busi yang dilakukan selama ini, salah besar. Membersihkan kerak di busi dengan ampelas, haram. Mengusir sisa pembakaran dengan sikat kawat halus, juga tidak dibenarkan. Melarutkan kerak dengan cairan pembersih, pun tidak selamanya benar.

Ini diungkap Diko Oktaviano, dari bagian Technical Support, PT. NGK Busi Indonesia. Mengampelas celah antara ujung elektroda dengan besi U ground membuat elektroda terkikis. Akibatnya, jarak celah ujung elektroda dengan besi massa melebar. Ini mengurangi kemampuannya memantikkan api.

Apalagi, busi tipe NGK Iridium yang ujung elektrodanya runcing. Haram diampelas. Padahal, “Kami tidak merekomendasikan U ground ditekuk. Karena besi U ground rawan patah akibat kompresi tinggi dan panas pembakaran,” tegas Diko.

Menurut Diko, membersihkan busi dengan sikat kawat, sehalus apapun, malah lebih berbahaya. Karena, gesekan kawat beresiko menggores lapisan insulator yang melapisi bodi busi. Kalau lapiran penghambat hantaran listrik itu sampai tergores, bisa terjadi miss-fire. Lihat deh gambar ilustrasinya.

“Lentikan api yang harusnya keluar dari ujung elektroda, bisa terjadi di mana saja. Dan, lentikan tidak tepat mengarah ke ujung U ground,” jelas Bapak dua putra itu.

Akibatnya, tenaga motor drop. Soalnya, proses pembakaran jadi tidak maksimal. Paling terasa, motor bisa brebet, nembak-nembak. Ujungnya, boros bahan bakar.

Solusi melarutkan kerak oksidasi di busi dengan cairan kimia pembersih pun tidak semua disarankan pabrikan busi. Pasalnya, menurut Diko, meski di pasaran banyak dijual cairan pembersih kerak ruang bakar mesin, ada kemungkinan cairan kimia itu malah melarutkan lapisan insulator. Lagipula, harga cairan pembersih kerak ruang bakar sudah di atas Rp 50.000.

Makanya, “Pabrikan busi menyarankan mengusir kerak pakai sikat yang bulunya berbahan nylon. Dibantu dengan semprotan angin kompresor,” rekomendasi pria 34 tahun warga Rawamangun - Jakarta Timur itu.

Sebagai wakil pabrikan busi, tidak etis jika Diko memaksa kita harus ganti busi, ketimbang merawatnya. Tapi, dengan alasan dan petunjuk di atas, mari kita yang rasional. Pilih mana, ganti busi, atau merawatnya.

Yuk, itung untung-ruginya. Pabrikan busi sarankan ganti pemantik api mesin itu setelah dipakai 10.000 kilometer. Jika sehari-hari perjalanan kuda besi kita rata - rata sejauh 100 km, berarti masa pakai busi abis dalam tempo 100 hari. Kalau sebulan kita libur sehari, kira-kira tiap 3 atau 4 bulan kita kudu ganti busi.

Nah, dengan harga busi harian rata-rata di kisaran Rp 30.000, tiap bulan kita hanya perlu menabung Rp 10.000 agar pada bulan ke-4 kita bisa mengganti busi. Enggak sampai seharga sebungkus rokok filter, Bro! (Aries Susanto)

TERKINI
Prediksi Bos McLaren, Kepergian Adrian Newey Awal Eksodus di Red Bull Racing, Termasuk Max Verstappen Pengunjung PEVS 2024 Tembus 40.500 Orang, Transaksi Capai Rp400 Miliar! Sepakat Majukan Elektrifikasi, Mobil Anak Bangsa Tandatangani MoU Dengan Perusahaan Teknologi Hingga Survei Ramaikan PEVS 2024, Kosmik Gelar EV Funrace Bersama Axial Garage dan 645Magazine