Mobil Mewah Berpelat Hitam dan CC Besar Siap Dihentikan dari BBM Subsidi

Selasa, 05/11/2024 10:10 WIB | Ade Nugroho
Mobil Mewah Berpelat Hitam dan CC Besar Siap Dihentikan dari BBM Subsidi
Mobil Mewah Berpelat Hitam dan CC Besar Siap Dihentikan dari BBM Subsidi

mobilinanews (Jakarta) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, baru-baru ini mengungkapkan kebijakan baru terkait pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, khususnya Pertalite, di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

Dalam pernyataannya, Bahlil menegaskan bahwa mobil berpelat hitam dengan kapasitas mesin besar tidak akan diperbolehkan untuk membeli BBM bersubsidi.

Langkah ini diambil sebagai respon terhadap masih banyaknya kendaraan mewah yang seharusnya tidak berhak menerima subsidi yang ditujukan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.

"Contoh BBM, masa mobil pelat hitam yang CC-nya gede dikasih gitu kan.

Jadi ini yang kita kelola dengan baik lah," ujar Bahlil saat konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, pada hari Senin (3/11/2024).

Kebijakan ini menunjukkan niat pemerintah untuk mengatur dan membatasi penggunaan BBM bersubsidi agar lebih tepat sasaran dan benar-benar menjangkau kalangan yang membutuhkan.

Dalam pembahasan yang lebih luas, Bahlil menyatakan bahwa kementerian saat ini sedang mengkaji skema subsidi BBM yang lebih tepat.

Proses ini melibatkan koordinasi dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Pertamina.

Dalam hal ini, pemerintah sedang mempertimbangkan dua opsi dalam penyaluran subsidi.

Opsi pertama adalah melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat, sementara opsi kedua masih dalam tahap pemikiran dan belum ditetapkan.

Bahlil juga menyoroti pentingnya perbaikan dalam skema penyaluran subsidi energi, baik untuk BBM maupun listrik, mengingat tingginya tingkat kebocoran subsidi.

Berdasarkan perhitungan, dari total alokasi subsidi dan kompensasi energi tahun ini yang mencapai Rp435 triliun, sekitar 30-40 persen di antaranya dikategorikan sebagai kebocoran karena dinikmati oleh mereka yang tidak berhak.

"Jujur saya katakan ya, kurang lebih sekitar 20-30 persen subsidi BBM dan listrik itu berpotensi tidak tepat sasaran, dan itu gede angkanya, kurang lebih Rp100 triliun," imbuhnya.

Kebocoran dalam penyaluran subsidi ini sangat disayangkan, mengingat tujuan utama dari subsidi adalah untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah.

Oleh karena itu, untuk mencegah semakin meluasnya kebocoran, pemerintah harus segera menemukan skema penyaluran subsidi energi yang lebih tepat sasaran.

"Tidak mau kan subsidi yang harusnya itu untuk saudara-saudara kita yang ekonominya belum bagus, kemudian malah diterima oleh saudara-saudara kita yang ekonominya sudah bagus," tegas Bahlil.

Dengan demikian, pemerintah berharap dapat lebih adil dalam distribusi subsidi dan memastikan bahwa mereka yang benar-benar membutuhkan dapat menikmati manfaat dari program-program tersebut.