
mobilinanews (Jakarta) – Jika melihat sejarah perkembangan sepeda motor di Indonesia, Yamaha pernah menjadi pionir dalam membentuk tren skuter matik (skutik). Namun, kini posisinya justru semakin tersudut, kalah bersaing dengan dominasi Honda yang tak tergoyahkan. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Yamaha yang dulu berjaya kini kesulitan untuk berkutik?
Sebelum era skutik, motor bebek merajai jalanan Indonesia sejak tahun 1960-an. Model underbone ini digemari karena harganya terjangkau, irit bahan bakar, dan ukurannya yang sesuai dengan postur tubuh mayoritas orang Indonesia. Namun, memasuki awal 2000-an, tren mulai bergeser.
Yamaha menjadi pabrikan yang pertama kali benar-benar serius memperkenalkan skutik kepada masyarakat Indonesia. Mereka merilis Yamaha Nouvo pada tahun 2002, sebuah skutik berdesain sporty yang kala itu dianggap sebagai alternatif bagi motor bebek. Namun, Nouvo mengalami kendala dalam penjualannya. Bodinya yang cukup besar, bobotnya yang lebih berat dibandingkan motor bebek, serta harganya yang relatif mahal membuat masyarakat masih enggan beralih.
Barulah pada tahun 2003, Yamaha menemukan momentum emasnya dengan menghadirkan Yamaha Mio. Berbeda dengan Nouvo, Mio didesain lebih ramping, ringan, dan mudah dikendarai. Motor ini sejak awal ditargetkan untuk pengendara perempuan, tetapi pada perkembangannya, pria pun mulai menggunakan Mio karena kepraktisannya. Keberhasilan Mio mengubah paradigma masyarakat tentang skutik. Dari yang awalnya dianggap sebagai motor khusus wanita, skutik kini menjadi kendaraan serbaguna bagi semua orang.
Suksesnya Yamaha Mio tentu tidak luput dari perhatian Honda. Namun, Honda tidak langsung bereaksi dengan menghadirkan pesaing sepadan. Pada tahun 2006, Honda meluncurkan Vario, tetapi skutik ini lebih berorientasi pada pasar premium dan bukan pesaing langsung Mio. Butuh waktu dua tahun hingga akhirnya Honda menghadirkan Honda BeAT pada tahun 2008.
Saat awal kemunculannya, baik Mio maupun BeAT masih menggunakan sistem karburator, sehingga persaingan mereka cukup berimbang. Namun, titik balik terjadi ketika Honda memperkenalkan teknologi PGM-FI (Programmed Fuel Injection) ke dalam BeAT generasi berikutnya. Inilah momen yang membuat Yamaha mulai tertinggal.
Teknologi injeksi Honda menawarkan efisiensi bahan bakar yang jauh lebih baik dibandingkan sistem karburator. Ketika harga bahan bakar naik, konsumen tentu semakin memilih motor yang lebih hemat BBM. Honda memanfaatkan ini dengan cerdik dalam kampanye pemasarannya, menekankan keunggulan PGM-FI sebagai solusi bagi pengendara yang ingin hemat bahan bakar.
Sayangnya, Yamaha cukup terlambat dalam merespons tren ini. Mereka baru mulai mengadopsi teknologi injeksi beberapa tahun kemudian, ketika Honda sudah menguasai pasar skutik entry-level. Honda BeAT pun melesat menjadi skutik terlaris di Indonesia, mengalahkan dominasi Mio yang sebelumnya berjaya.
Kesuksesan Honda tidak hanya terletak pada teknologi injeksi, tetapi juga pada strategi pemasaran dan segmentasi produknya. Honda tidak hanya memiliki satu skutik andalan, melainkan membentuk ekosistem skutik yang luas, di mana setiap model memiliki pangsa pasarnya sendiri:
Honda BeAT: Skutik irit dan ringan untuk entry-level.
Honda Vario: Skutik kelas menengah dengan fitur lebih premium.
Honda Scoopy: Skutik retro yang sukses membentuk tren tersendiri.
Honda PCX: Skutik bongsor kelas premium yang bersaing dengan Yamaha NMAX.
Sementara itu, Yamaha sempat bertahan dengan Mio sebagai tulang punggungnya di segmen skutik kecil, tetapi kurang mampu membangun diversifikasi produk yang kuat seperti Honda. Akibatnya, mereka kehilangan pangsa pasar secara perlahan.
Selain itu, keunggulan lain yang dimiliki Honda adalah jaringan diler dan bengkel resminya yang lebih luas dibandingkan Yamaha. Honda juga memiliki skema kredit yang lebih menarik berkat kerja sama dengan berbagai perusahaan leasing, sehingga motor mereka lebih mudah diakses oleh masyarakat luas. Bahkan saat muncul isu rangka eSAF patah pada 2019, Honda tetap tidak tergoyahkan dan tetap menjadi raja skutik di Indonesia, dengan pangsa pasar mencapai 78% pada 2024.
Meski kehilangan dominasi di kelas skutik entry-level dan menengah, Yamaha masih bisa bertahan di segmen skutik premium. Yamaha NMAX, yang dirilis pada tahun 2015, menjadi game-changer di kelas 150cc ke atas. Desainnya yang stylish, mesin bertenaga, dan kenyamanan berkendara yang unggul membuatnya menjadi pilihan utama di segmen skutik premium. NMAX bahkan berhasil mengalahkan Honda PCX di Indonesia, yang menunjukkan bahwa Yamaha masih punya daya saing.
Selain NMAX, Yamaha juga memiliki Aerox, skutik sporty yang memiliki basis penggemar fanatik. Meski sempat mendapatkan citra negatif karena viralnya insiden seorang pemuda yang ngamuk karena tidak dibelikan Aerox, motor ini tetap laris di pasaran.
Yamaha kini tampaknya lebih fokus pada segmen skutik premium, sementara Honda tetap mendominasi pasar skutik secara keseluruhan. Dengan tren kendaraan listrik yang semakin berkembang, persaingan antara dua pabrikan raksasa ini pun masih jauh dari kata selesai. Pertanyaannya, apakah Yamaha akan tetap bertahan di ceruk pasar skutik premium, atau justru berani mengambil langkah baru di era motor listrik? Waktu yang akan menjawabnya.