
mobilinanews (Jakarta) - Kendaraan listrik makin merajalela di jalanan dunia, termasuk di Indonesia. Tapi, satu pertanyaan besar pun mulai muncul: bagaimana nasib baterainya ketika mobil listrik itu sudah mencapai akhir masa pakainya?
Ternyata, jawabannya bukan "dibuang begitu saja". Justru, baterai mobil listrik bekas ini kini memasuki era baru: hidup kedua sebagai penyimpan energi, dan tren ini berkembang dengan cepat.
Bukan Akhir, Tapi Awal Baru untuk Baterai Bekas
Mobil listrik memang berbeda dari mobil bermesin konvensional. Saat masa pakainya habis, bukan berarti semuanya harus masuk tempat rongsokan. Justru, baterai mobil listrik menjadi aset berharga yang bisa digunakan ulang untuk penyimpanan energi stasioner (ESS – Energy Storage System).
Contohnya seperti yang dilakukan oleh Redwood Materials, perusahaan asal Amerika Serikat yang didirikan oleh JD Straubel, mantan eksekutif Tesla. Redwood mengelola hingga 20 gigawatt-jam baterai setiap tahun, setara dengan 250.000 unit mobil listrik. Luar biasa, bukan?
Lahirnya ‘Redwood Energy’: Rumah Baru Bagi Baterai Lama
Melihat potensi baterai bekas yang masih memiliki kapasitas lebih dari 50%, Redwood meluncurkan Redwood Energy – divisi khusus untuk mengubah baterai mobil listrik bekas menjadi sistem penyimpanan energi komersial. Artinya, baterai lama ini kini punya ‘pekerjaan baru’ untuk menyuplai daya ke pusat data, fasilitas industri, bahkan perumahan pedesaan.
Bayangkan: baterai mobil yang dulu menyusuri jalanan kota, kini menopang sistem tenaga untuk teknologi AI dan pusat data besar. Ironis dan futuristik dalam satu napas.
Daur Ulang atau Gunakan Ulang? Keduanya Bisa Jalan Bareng
Pasar daur ulang baterai dan penggunaan kembali (reuse) kini berkembang beriringan. Dalam proses reuse, baterai bisa dievaluasi ulang mulai dari tingkat kemasan, modul, hingga ke tingkat sel. Makin dalam pembongkarannya, makin mahal prosesnya, tapi juga makin presisi dalam memilih sel terbaik untuk dirakit ulang.
Dan tak peduli siapa pabrikan awalnya—Tesla, BYD, atau Hyundai—baterai-baterai ini tetap bisa disulap menjadi ESS yang mandiri dan fungsional.
ESS: Solusi Energi untuk Dunia yang Haus Listrik
Peningkatan pesat AI, seperti layanan pencarian cerdas dan ChatGPT, memicu permintaan daya yang makin besar. Di sinilah ESS dari baterai EV bekas masuk, membantu meringankan beban jaringan listrik dan menyediakan alternatif ramah lingkungan untuk kebutuhan daya besar.
Bahkan di daerah pedesaan yang belum terjangkau infrastruktur EV, sistem penyimpanan energi dari baterai bekas bisa diisi oleh panel surya atau turbin angin, dan menyuplai energi untuk mobil listrik di daerah itu.
Pertumbuhan Pasar yang Menggiurkan
Menurut perusahaan riset IDTechX, industri daur ulang baterai diprediksi akan tumbuh pesat dan bernilai hingga $52 miliar pada tahun 2045. Sementara itu, pasar baterai pakai ulang atau second-life batteries diperkirakan mencapai $5,2 miliar di tahun 2035.
Tak heran, mengingat tahun ini saja, lebih dari 100.000 mobil listrik bekas di Amerika Serikat akan ditarik dari jalanan. Artinya, ada potensi energi raksasa yang bisa diolah dan dimanfaatkan kembali, tanpa harus menambang bahan baru.