mobilinanews (Jakarta) - Fenomena usaha penjualan BBM eceran dengan menggunakan nama Pertamini di ibukota saat ini semakin marak. Pelan tapi pasti usaha ini mulai mudah ditemukan di pinggir-pinggir jalan ataupun kawasan pinggiran kota yang jarak SPBU-nya memang jauh.
Pertamini tidak lagi seperti usaha jual BBM eceran konvensional menggunakan botol, atau hanya sebatas menjual premium dan solar saja. Lebih dari itu, Pertamini sudah bisa melayani konsumennya menggunakan nozzle layaknya di SPBU Pertamina dan menjual jenis BBM beragam mulai dari Premium, Solar, Pertamax bahkan juga Pertalite.
Lalu bagaimana dari sisi PT Pertamina (Persero) melihat fenomena ini? Wianda Pusponegoro, Vice President for Corporate Communication PT Pertamina (Persero) pun angkat bicara.
"Saya juga melihat hal ini, dan sulit juga buat dibendung memang. Yang saya khawatirkan adalah dari sisi safety-nya, karena tidak ada standar safety bagaimana prosedur pengisian bahan bakar yang aman. Kan ini barang mudah terbakar!," tegas Wianda kepada mobilinanews di SPBU Pasti Prima Abdul Muis, Jakarta Selatan, Selasa (7/6).
Kemudian yang kedua menurut Wianda adalah permasalahan izin usaha. "Yang mereka jual ini premium dan solar. Nah... mereka tidak punya izin usaha niaga, dan itu yang mengeluarkan adalah Dirjen Migas. Ini kemudian siapa yang bisa melegalkan bahwa mereka (Pertamini) bisa mengambil keuntungan dua ribu rupiah sampai seribu lima ratus rupiah per liter, karena ini kan BBM yang dijual mereka adalah penugasan khusus pemerintah," sambungnya.
Baca juga: Perangkat SPBU Pertamini Rp 7 Jutaan
Akibat yang ditimbulkan dengan kehadiran Pertamini ini membuat PT Pertamina (Persero) merasa dirugikan secara langsung, karena ada selisih harga yang mereka berlakukan di setiap harga per liternya. Bahkan kalau bicara yang dijual adalah BBM Penugasan Khusus, menurut Wianda yang rugi secara langsung adalah masyarakat, karena harusnya masyarakat bisa membeli langsung dengan harga yang sama di seluruh Indonesia.
"Yang pasti, kami tidak pernah mendukung yang namanya Pertamini, karena mereka mendapatkan itu dengan cara-cara yang saya tidak paham. Berapa volume BBM khusus yang mereka dapatkan, apakah tangki yang mereka miliki kemudian dimodifikasi, safety atau tidak?."
Tetapi fenomena lokasi-lokasi SPBU yang jaraknya jauh terkadang membuat kehadiran Pertamini pada juga sangat membantu konsumen. Pada akhirnya Wianda Pusponegoro berharap turut campur pemerintah dalam mengatur hal ini.
"Kita berharap pemerintah bisa mengatur cara mainnya, kalau ini arahnya ke UKM dan akan dihidupkan, harus ada tata hukum yang jelas dan yang pasti juga izin usaha niaga. Dengan memiliki izin usaha niaga maka bisa mengikat berapa volume BBM yang bisa di dapatkan dan ada standar keamanan yang bisa diterapkan."
Dengan hal tersebut akan terlihat perbedaannya, mana yang mengambil keuntungan dengan selisih per liter, mana yang benar-benar mau ke lapangan melayani masyarakat.
"Jadi, Pertamina itu tidak ada kaitannya sama Pertamini. Saya bilang kalau mau itu, namanya tidak boleh Pertamini, karena nama tersebut terlalu dekat dengan brand Pertamina. Silahkan ganti ke Depot BBM atau apalah namanya," pungkas Wianda. (Zie)