mobilinanews (Jakarta) - Kementerian Pemuda dan Olahraga memberikan klarifikasi terhadap tudingan pihaknya dianggap lamban dalam menetapkan tuan rumah MotoGP 2017.
"Ya kami tidak lambat, tetapi kan harus hati-hati. Kami ingin berkirim surat kepada Dorna, tapi kami juga ada surat dari Ibu Puan Maharani dan Menteri Sekretaris Negara. Jadi lebih hati-hati lagi," kata Deputi IV Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, Gatot S. Dewa Broto di Jakarta, Rabu (13/7).
Pihak sirkuit Sentul disebut batal menggelar MotoGP 2017 karena dianggap tidak memenuhi syarat menyerahkan masterplan kepada Dorna. Atas hal itu, pihak Sentul menganggap pemerintah lamban dan ambigu dalam mengambil keputusan soal penyelenggaraan. Kendati Indonesia tetap diberi kesempatan menggelar MotoGP untuk musim 2018 dan 2019.
"Perlu dijelaskan sebelum 25 Mei, kami mendapat surat dari Ibu Puan. Di mana pada hari sebelumnya, beliau berkirim surat kepada Presiden soal MotoGP. Intinya, berdasarkan rapat koordinasi masalah MotoGP, dan itu banyak pihak yang hadir.
"Kesimpulannya, penyelenggaraan MotoGP itu lebih tepat sebagai kegiatan bisnis sehingga pihak swasta lebih berperan. Pemerintah dapat memberikan dukungan, fasilitas perizinan, dan partisipasi BUMN. Jadi, surat itu meminta agar MotoGP harus betul-betul atas kajian yang tepat," papar Gatot.
Lalu, pada pertengahan Juni, surat serupa dari Mensetneg. Surat yang merujuk pada surat Ibu Puan kepada Presiden itu juga ditembuskan kepada IMI . Intinya harus lebih konfrehensif untuk kajian MotoGP. Maka tanggal 30 Juni difinalkan, tetapi kemudian ditandatangani Menpora pada 1 Juli lalu.
"Makanya kembali ke pernyataan Mas Ananda Mikola, kenapa baru dikirim? Lho, surat jawaban Dorna tidak menyebut soal erlambat. Yang lebih concern adalah bahwa Sentul sudah berulangkali diingatkan tetapi tidak pernah kirim masterplan. Jadi, poin pertama sudah kami sanggah, Dorna tidak ada menyebut 1 Juli, atau Anda terlambat 24 jam lho," tambah Gatot.
Gatot mengakui, memang sebelumnya 30 Juni adalah batas waktu yang pernah ditentukan Dorna untuk tanda tangan kontrak. Namun, setelah pihaknya bertemu dengan Dorna untuk kali kedua di Jakarta, disebutkan tidak terlalu kaku untuk masalah itu.
"Makanya kami berani kirim surat yang intinya secara fair menyebutkan kelebihan Sentul seperti apa. Jadi kami tidak lamban, justru hati-hati. Kenapa baru 1 Juli karena banyak proses dari mbak Puan, Presiden, lalu Setneg. Kami kan bagian dari pemerintah. Menpora tidak boleh seenaknya sendiri memutuskan," tegas Gatot.
Gatot juga memperjelas soal munculnya nama Palembang di surat Menpora yang dikirimkan ke Dorna. Menurutnya, Kemenpora tidak ada niat untuk menjadikan Sentul atau Palembang sebagai pilihan. Sebaliknya, Kemenpora justru ingin di tahun yang sama Indonesia bisa dua seri MotoGP.
Sebelumnya, Palembang sempat dijadikan tempat alternatif untuk menggelar MotoGP jika Sentul batal. Namun, mereka akhirnya mengatakan baru bisa menggelar MotoGP pada 2018. Lokasinya sendiri berdasar surat yang Palembang kirim ke Presiden pada 10 Maret akan dibangun di dekat Jakabaring Sport City, seluas kurang lebih 120 hektar. Mereka juga mengatakan sudah menyiapkan masterplan untuk MotoGP.
"Jadi bukan opsi kedua. Memang Sumsel sendiri sudah kirim surat 10 Maret, meski surat itu belum disposisi oleh Presiden. Dengan asumsi prioritas nomor satu Sentul, kemudian dua Sumsel atau sebaliknya," imbuhnya.
Gatot menamnbahkan, baik Sentul maupun Palembang memiliki peluang sama. Prinsipnya tidak memakai dana APBN. Juga tidak boleh masalah commitmet fee-nya kami yang bayarkan," tambah Gatot yang menyebut cukupnya waktu satu tahun untuk membangun infrastruktur sirkuit MotoGP.
Kembali ke Sentul, kalau merasa yakin bisa melakukannya, Gatot menyilakan lanjut komunikasi dengan Dorna. Tempo hari menunggu surat dari pemerintah, pemerintah sudah kirim surat. “Kenapa harus kami dampingi setiap saat. Harusnya sekali itu dibuka harus bisa jalan sendiri. Toh Sentul kenal Dorna lebih baik dan lebih dulu daripada kami Kemenpora,” tukas Gatot lagi.
Mana yang benar nih? (budi santen)