mobilinanews (Jakarta) - Pernah menjadi raja jalanan dengan nama-nama legendaris seperti Satria FU, Shogun, dan Thunder, kini pamor Suzuki di dunia otomotif Indonesia tampak semakin meredup.
Dulu, merek ini identik dengan kecepatan, ketangguhan, dan gaya anak muda. Tapi kini, Suzuki seolah kehilangan arah di tengah gempuran inovasi Honda dan Yamaha yang terus berevolusi mengikuti zaman.
Dalam satu dekade terakhir, penjualan motor Suzuki terus menurun, jumlah dealernya berkurang, dan peluncuran produk barunya jarang mendapat sorotan publik.
Lalu, apa sebenarnya yang membuat Suzuki tertinggal jauh dari dua rival utamanya?
Salah satu faktor utama kemunduran Suzuki adalah desain produknya yang kerap dianggap kurang menarik bagi pasar lokal.
Bentuk bodi yang terkesan kaku, lampu depan yang tidak proporsional, serta warna yang monoton, membuat tampilannya kalah mencolok dibandingkan desain modern milik Honda dan Yamaha.
Konsumen Indonesia, terutama anak muda, menyukai motor dengan tampilan ramping, elegan, dan dinamis — mencerminkan gaya hidup aktif dan trendi.
Sayangnya, Suzuki kerap mempertahankan gaya desain khas India dan global yang tidak sepenuhnya cocok dengan selera visual pengendara Tanah Air.
Padahal, dalam dunia otomotif, desain adalah bahasa pertama yang berbicara sebelum mesin dan fitur.
Honda dan Yamaha dikenal agresif dalam menghadirkan model baru dan teknologi canggih, seperti smart key system, stop-start system, hingga desain aerodinamis yang memikat.
Sebaliknya, Suzuki tampak terlalu hati-hati. Banyak modelnya yang hanya mendapat penyegaran minor tanpa perubahan berarti, sementara pesaingnya melangkah jauh ke depan.
Lebih parahnya lagi, promosi Suzuki sangat minim.
Bahkan ketika meluncurkan produk baru, kampanye pemasarannya jarang terdengar. Alhasil, generasi muda tidak lagi menganggap Suzuki sebagai merek keren, melainkan “merek nostalgia” yang hidup dari kejayaan masa lalu.
Dalam era digital seperti sekarang, di mana media sosial menjadi senjata utama, kurangnya visibilitas adalah kesalahan fatal.
Salah satu kekuatan Honda dan Yamaha adalah jaringan dealer dan bengkel resmi yang masif hingga ke pelosok daerah.
Sementara itu, Suzuki justru mengalami penyusutan signifikan dalam jumlah jaringan penjualannya.
Bagi calon pembeli, ini menjadi pertimbangan besar.
Mereka khawatir akan kesulitan mendapatkan servis resmi atau suku cadang jika memilih Suzuki.
Padahal, bagi pengguna motor harian, kemudahan perawatan dan ketersediaan spare part sering kali lebih penting dibanding performa tinggi atau desain agresif.
Dengan jaringan yang terbatas, Suzuki makin sulit menjaga kepercayaan konsumennya.
Ironisnya, dari sisi mesin dan durabilitas, Suzuki sebenarnya tidak kalah. Banyak model mereka terkenal tangguh dan irit bahan bakar.
Namun tanpa inovasi desain dan strategi pemasaran yang tepat, kualitas mesin saja tidak cukup untuk memenangkan pasar.
Honda unggul dalam efisiensi dan kemudahan servis. Yamaha unggul di desain dan performa sporty.
Lalu di mana posisi Suzuki? Sayangnya, hingga kini belum ada identitas kuat yang benar-benar menempel di benak konsumen.