Tiga Alarm untuk Bahlil Sebelum Hentikan Impor BBM dari Singapura

Rabu, 14/05/2025 09:10 WIB
Ade Nugroho


Tiga Alarm untuk Bahlil Sebelum Hentikan Impor BBM dari Singapura
Tiga Alarm untuk Bahlil Sebelum Hentikan Impor BBM dari Singapura

mobilinanews (Jakarta) -  Rencana Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia untuk mengalihkan impor BBM dari Singapura ke negara lain seperti Timur Tengah dan Amerika Serikat bukanlah keputusan kecil. Di balik niat tersebut tersimpan sejumlah konsekuensi besar yang bisa berdampak langsung pada keuangan negara dan ketahanan energi nasional

Meski langkah ini didorong oleh alasan efisiensi dan keberlanjutan pasokan energi ada tiga peringatan penting yang perlu dicermati sebelum keputusan itu benar-benar diambil. Jangan sampai semangat lepas dari ketergantungan justru membuat beban APBN membengkak dan memperburuk kondisi pasokan dalam negeri

1. Biaya Logistik Bisa Meledak karena Jarak Pengiriman Lebih Jauh
Ketua Komite Aspermigas Mose Rizal mengingatkan bahwa memindahkan jalur impor BBM dari Singapura ke Timur Tengah atau bahkan Amerika Serikat akan membuat ongkos logistik melonjak. Ini masalah jarak semata. Pengiriman dari AS atau Timteng jelas jauh lebih panjang dibandingkan dari Singapura yang letaknya hanya sepelemparan batu dari pelabuhan-pelabuhan besar Indonesia

Kondisi ini bisa memunculkan beban biaya tambahan yang tak kecil. Menurut Mose biaya logistik dari AS bisa 13 hingga 15 persen lebih mahal dibandingkan dari kawasan Timur Tengah. Dan jika dibandingkan dengan Singapura selisihnya bisa lebih tinggi lagi

Padahal dalam keterangan sebelumnya Bahlil menyebut bahwa harga minyak dari Singapura kini setara dengan harga dari Timur Tengah. Tapi angka pasti dari klaim tersebut belum juga dibuka ke publik. Satu dolar selisih saja bisa berdampak besar pada total biaya impor nasional

2. Impor Spot Tanpa Kontrak Bikin APBN Semakin Rawan
Pernyataan Bahlil bahwa mayoritas impor minyak dilakukan melalui skema spot market juga mengundang perhatian. Skema ini artinya pembelian minyak dilakukan saat barang tersedia dengan harga pasar saat itu. Tidak ada kontrak jangka panjang tidak ada kepastian harga dan tidak ada jaminan pasokan

Masalahnya harga spot cenderung lebih tinggi dan fluktuatif. Dalam situasi geopolitik yang tidak menentu dan permintaan global yang tinggi harga minyak bisa melonjak sewaktu-waktu

Yayan salah satu pengamat energi menekankan pentingnya buffer stock sebagai penyangga pasokan nasional. Sayangnya Indonesia belum memiliki sistem cadangan strategis minyak yang memadai. Akibatnya ketika pasokan terganggu atau harga melonjak negara terpaksa membeli BBM dalam kondisi tidak ideal

Penggunaan harga spot tanpa kontrak jangka panjang akan membuat beban subsidi energi terus meningkat dan APBN makin tertekan. Apalagi jika dibarengi dengan kenaikan biaya logistik seperti yang disebut sebelumnya

3. Pembangunan Kilang dan Infrastruktur Perlu Dipercepat
Untuk benar-benar lepas dari ketergantungan terhadap pasar spot dan negara perantara seperti Singapura Indonesia harus mempercepat pembangunan kilang nasional dan membenahi rantai pasok dari hulu ke hilir

Program Refinery Development Masterplan atau RDMP yang dijalankan Pertamina seharusnya menjadi tulang punggung dalam memperluas kapasitas pengolahan minyak di dalam negeri. Namun progresnya lambat dan belum semua kilang mampu mengolah minyak dengan berbagai karakteristik dari luar negeri

Dalam jangka pendek Indonesia memang bisa mengimpor dari negara manapun termasuk AS dan Timteng. Namun tanpa kesiapan infrastruktur yang memadai langkah ini hanya akan mengganti satu ketergantungan dengan ketergantungan lain

Arah Energi Nasional Perlu Kalkulasi Matang
Keinginan pemerintah untuk mengakhiri dominasi Singapura dalam rantai pasok energi nasional bisa dimengerti. Tapi keputusan sebesar ini tidak bisa diambil hanya berdasarkan semangat atau tekanan politis. Harus ada kalkulasi matang dari sisi biaya jangka panjang kesiapan teknis dan dampaknya terhadap keuangan negara

Transparansi menjadi kunci. Pemerintah perlu membuka data perbandingan harga logistik kapasitas buffer stock dan kesiapan kilang agar publik bisa ikut mengawasi dan mendukung kebijakan ini dengan lebih objektif

Jika tidak bukan tak mungkin keputusan ini malah menjadi bumerang bagi upaya swasembada energi Indonesia.

Tag

Terpopuler

Terkini