Mobilinanews (Jakarta) - Setiap pabrikan mobil punya filosofi dan strategi berbeda dalam memilih teknologi transmisi. Kalau pabrikan Jepang seperti Toyota, Honda, atau Nissan lebih banyak mengandalkan CVT (Continuously Variable Transmission) demi kenyamanan dan efisiensi, maka pabrikan Eropa seperti Volkswagen, Audi, BMW, dan Mercedes-Benz justru lebih mempercayai DCT (Dual-Clutch Transmission).
Kenapa bisa begitu? Jawabannya ternyata bukan sekadar soal teknologi — tapi juga budaya berkendara, karakter mesin, dan citra merek. Mari kita bahas lebih dalam.
1. Filosofi Berkendara Khas Eropa: Performa dan Sensasi Nyata
Mobil-mobil Eropa dibangun dengan DNA “driving experience” yang kuat — artinya, sensasi berkendara harus terasa menyatu antara pengemudi dan mobil.
Konsumen di Eropa menginginkan mobil yang responsif, cepat dalam perpindahan gigi, dan memberikan umpan balik mekanis yang nyata.
Transmisi DCT bisa memberikan itu semua karena proses perpindahan giginya terjadi dalam hitungan milidetik — cepat dan tegas.
Sementara itu, CVT cenderung memberi sensasi “ngempos” atau raungan mesin yang tidak sebanding dengan akselerasi, sehingga terasa kurang “hidup”.
Bagi penggemar kecepatan atau pengemudi di jalan tol Eropa yang terbiasa melaju kencang, CVT dianggap terlalu lembek.
2. Efisiensi & Regulasi Emisi yang Ketat
Eropa terkenal dengan standar emisi yang sangat ketat. Karena itu, hampir semua pabrikan kini menggunakan mesin kecil berteknologi turbo untuk menjaga efisiensi bahan bakar tanpa kehilangan tenaga.
Nah, mesin turbo seperti ini lebih cocok dipasangkan dengan transmisi DCT, karena:
Perpindahan giginya cepat dan presisi.
Tenaga mesin bisa disalurkan penuh tanpa kehilangan momentum.
Putaran mesin bisa dijaga di titik paling efisien.
Sebaliknya, CVT memang unggul di lalu lintas kota dan putaran rendah, tapi di kecepatan tinggi atau kondisi beban berat, efisiensinya justru menurun. Itu sebabnya DCT lebih ideal untuk performa turbo yang agresif namun tetap hemat.
3. Strategi Pasar dan Citra Premium
Selain alasan teknis, faktor citra merek juga berperan besar.
Pabrikan Eropa menjual bukan hanya mobil, tapi juga prestise dan pengalaman berkendara.
Transmisi DCT sering digunakan di mobil sport dan ajang balap seperti Formula 1 atau Le Mans, sehingga memberi kesan teknologi tinggi dan performa kelas atas. Konsumen Eropa bersedia membayar lebih untuk sensasi tersebut.
Sementara itu, di pasar Asia, kebanyakan konsumen lebih mengutamakan kenyamanan, kehalusan, dan efisiensi bahan bakar. Karena itu, transmisi CVT jauh lebih populer di mobil Jepang — cocok untuk lalu lintas padat dan gaya berkendara santai.
4. Biaya Produksi dan Perawatan
Tidak bisa dimungkiri, DCT lebih mahal untuk diproduksi dan dirawat dibandingkan CVT.
Namun, bagi pabrikan Eropa, hal itu sebanding dengan citra premium dan karakter sport yang mereka jual.
Bahkan beberapa merek, seperti Volkswagen (DSG), Audi (S tronic), dan Porsche (PDK), menjadikan DCT sebagai bagian dari identitas teknologinya.
Sementara pabrikan Jepang justru berinovasi di ranah CVT agar semakin halus dan efisien, seperti pada Honda e:HEV atau Toyota Hybrid System.