mobilinanews (Jakarta) - Selamat Tahun Baru, Pecinta Balap Indonesia! Menyambut 2017 ini, saatnya kita nyatakan mimpi. Sepanjang tahun 2016 lalu, pecinta balap motor Indonesia dibuai mimpi indah. Mimpi negara tercinta ini dipercaya jadi tuan rumah kejuaraan dunia MotoGP. Tapi, jadi mimpi gelar balapan motor prototipe itu nyata masih amat jauh. Jangan sampai kita terus tidur menikmati mimpi.
Indonesia pernah punya pengalaman gelar Grand Prix Motor, di era 2-Tak, pada 1996 dan 1997. Balapan yang dihelat di sirkuit Internasional Sentul itu terbilang sukses, minimal buat Indonesia. Meski akhirnya gelaran itu tidak dilanjutkan lagi.
Kenapanya gak usah dicari. Yang jelas, kini, beredar angin surga, MotoGP akan digelar di Tanah Air. Usai perdebatan, antara Sentul atau Palembang, kini santer Palembang jadi tuan rumah. Palembang didukung Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noordin.
Perjalanan berlanjut ke pertemuan-pertemuan antar para petinggi PP IMI, pemerintah daerah Sumatera Selatan dan wakil dari FIM dan Dorna. FIM sebagai regulator MotoGP sementara Dorna sebagai promotor yang ditunjuk menggelar MotoGP.
Perjalanan selanjutnya `deal-dealan` para petinggi itu biar lah. Tapi, mobilinanews coba dalami mimpi kita semua menggelar MotoGP, dan ikutkan pembalap kita di event itu. Makanya, mobilinanews sambangi Bambang Gunardi. Ia puluhan tahun jadi anggota FIM, dan tau seluk-beluk penyelenggaraan MotoGP. Dan, beliau terlibat boyong sirkus balap motor purwarupa ini ke Tiongkok dan Qatar.
Menurut Bambang Gunardi, perjalanan MotoGP sampai di Indonesia masih panjang, jika tak mau dibilang belum tentu terjadi. Sepengetahuannya, belum ada komitmen FIM atau Dorna menunjuk Indonesia tuan rumah MotoGP. “Jangankan 2018, pastinya pun belum ada keputusan. Jika sudah pasti, FIM pasti merilis beritanya,” buka Bambang.
Lebih lanjut, Bambang berkisah soal runutan hingga MotoGP bisa sampai di satu negara. Benar bahwa diawali dari pedekate antara para petinggi negara dengan Dorna atau FIM. Tapi, “Setelah itu masih panjang prosesnya,” bilang bapak yang pernah menjadi pejabat di PP IMI itu juga.
Jika proses deal-dealan sudah, jika Palembang mau jadi tuan rumah MotoGP, langkahnya siapkan sirkuit yang layak untuk gelaran itu, sudah benar. Salah satu caranya, ya kontak perancang sirkuit yang sering membangun trek untuk kejuaran dunia sekelas MotoGP. Yaitu, Herman Tilke.
“Tilke itu cuma desainer sirkuit. Kontraktor pembangunnya tetap dari kita. Di Indonesia, dengan biaya besar, dan pemerintah melarang pakai APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, red), atau APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, red), pasti ada konsorsium yang akan biayai. Konsorsium perlu tender,” urai Bambang.
Anggaplah 2017 ini sirkuit yang niatnya di Jakabaring itu selesai. Toh tidak lantas gelar MotoGP di 2018. Perlu homologasi FIM. Dicek kesiapan, kelayakan, keselamatan, dan lain-lain. “Abis itu, masih perlu persiapan para pelaksananya. Para marshal. Ini tidak bisa langsung pakai petugas dari Indonesia. Dulu, Shanghai (Tiongkok, red) dan Losail (Qatar, red) impor ratusan marshal dari Estoril,” jelas Bambang.
Jika itu kelar, siap gelar MotoGP? Sabar… belum, Bro! Pasalnya, FIM dan Dorna akan teken kontrak dengan pemilik sirkuit, jika dan hanya jika, pemilik sirkuit mau ikuti aturan FIM dan Dorna. Ya, bersangkut duit. Pemilik sirkuit kudu bayar jutaan Euro, miliaran agar Dorna mau masukin ke kalender mereka.
Syukur-syukur mimpi terealisasi. Indonesia gelar MotoGP. Rider Indonesia jadi wild-card? Oh no…! Ini urusan lain. “Pembalap urusan IRTA (International Road Racing Team Asociation, red). Nggak otomatis dapat jatah, lah. Dan, masih ada kualifikasi. Jadi, mimpi yang masih panjang dan perlu uang banyak,” tuntas Bambang.
Pokoknya, masih panjang. Jangan kelamaan mimpinya! . Ntar malah nggak bangun-bangun, karena asyik mimpi! Dan, setahun tidak lama. Pecinta balap Indonesia tidak butuh PHP alias pemberi harapan palsu! (Aries Susanto)