mobilinanews (Texas) - Secara de facto Lewis Hamilton adalah juru bicara pengembangan balap F1 di Amerika Serikat.
Bukan hanya karena prestasi, tapi tak lain karena latar belakang keluarga kulit hitam dari kalangan menengah.
Dalam sejarahnya bukan hal mudah membawa sirkus F1 ke AS, pada era promotor sekaliber Bernie Ecclestone sekalipun.
Komunitas motorsport negeri Paman Sam ini lebih asyik dengan balap Nascar ataupun IndyCar.
Menjadi sangat beda kala Hamilton muncul sebagai satu-satunya pembalap kulit hitam di F1 dan mencetak prestasi gemilang.
Pada akhir pekan 1-3 November 2019, Hamilton dan tim Mercedes menuju GP AS di Sirkuit Austin, Texas, dengan misi ganda. Pertama adalah menuntaskan perburuan gelar juara dunia 2019.
Hanya butuh finish P8, ia akan raih gelar keenam sebagai juara dunia F1. Unggul 74 poin di kalsemen, ia hanya butuh tambahan 3 angka di Texas dan selanjutnya santai di dua event terakhir di Brasil dan Abu Dhabi.
Kedua adalah promosi untuk lebih mendekatkan F1 kepada publik AS yang populasi kulit hitamnya sangat banyak.
Karena itu ia akan mampir di psat kota New York, Square Times, sebelum ke Texas. Tak lain adalah promosi.
Muda, stylish, aktif sebagai aktivis lingkungan di medsos, Hamilton adalah wajah dan kekuatan penting untk mendekatkan F1 di tanah Amerika. ia akan lebih didengar dibandingkan promotor F1 ataupun para pejabat FIA.
Pastinya, Hamilton adalah bagian penting juga untuk mewujudkan seri balap F1 ke-2 di AS setelah Texas, GP Miami, yang kabarnya ditentang para penduduk lokal.
Hamilton melihat dirinya sendiri sebagai pembalap F1 kulit hitam satu-satunya dari kalangan ekonomi biasa saja sebagai figur yang dapat menginspirasi pertumbuhan F1 di Amerika.
Bahwa motorsport itu bukan hanya monopoli anak-anak kaum berada.
"Kisah keluarga dan kisah perjalanan karir saya adalah sesuatu yang berhubungan dengan banyak orang di banyak negara," kata Hamilton yang dipastikan raih 6 gelar musim ini dan berpotensi menyamai rekor 7 gelar milik Michael Schumacher. (rnp)